Dualitas Putra Bangsa
Seperti angin syurga yang
berhembus 5 tahun sekali, semua rakyat jelata disuguhkan dengan berbagai menu
menarik dari para intelektual yang sedang berjualan di berbagai media massa.
Para partisipan sedang berlomba untuk
berjalan menuju jabatan yang paling dihormati di Republik kepulauan ini. Yaa
inilah fenomena yang dinamakan Pemilihan Umum yang diselenggarakan 5 tahun
sekali oleh Negara. Dalam pelaksanaan nya Komisi Pemilihan Umum diberi
kewenangan dalam menjalankan pesta demokrasi akbar ini.
Hampir semua partai politik
menjual janji-janji yang dibalut visi dan misi untuk merebut hati rakyat.
Bagaimana tidak, syarat utama untuk mencapai kekuasaan tertinggi adalah
mendulang suara sebanyak-banyak nya dari rakyat Indonesia. Namun rakyat
bagaikan sekumpulan malaikat yang memiliki banyak rasa maaf ketika
mereka-mereka yang telah berkuasa lupa dan mencampakkan nya dari atas kursi
istimewa yang diduduki nya. Fakta inilah yang sedang kita alami sekarang, bukan
bermaksud untuk meragukan kemampuan para kandidat, tetapi masihkah mereka
peduli ketika mereka telah mencapai puncak.
Ketika berbicara kompetisi, pasti
ada kubu sana dan kubu sini yang saling berkompetisi memperebutkan hadiah.
Tidak heran ada berbagai serangan dilancarkan dari kedua pihak untuk saling
serang bahkan saling menjatuhkan satu sama lain. Ada berbagai banyak jenis
strategi yang digunakan untuk menjadikan jagoan mereka menuju RI 1.
Tidak jarang rekam jejak dari
para kedua calon yang dijadikan bahan untuk menjatuhkan atau menyerang satu sama
lain. Berbagai isu maupun fakta-fakta masa lalu dikuak untuk memberikan
gambaran bahwa si A seperti ini atau si B seperti ini. Ada pula yang
mengkaitkannya sebagai pemanjang tangan dari petinggi suatu parpol yang masih
berambisi untuk menjadi penguasa dinegeri yang katanaya kaya ini. Dan masih
banyak lagi serangan-serangan yang diluncurkan dari berbagai sudut untuk
menyerang satu sama lain.
Belum lagi “rudal-rudal” dari
kedua kubu yang terus gencar memberikan serangan informasi kepada rakyat
Indonesia. Rudal yang digunakan ini adalah rudal media massa/elektronik, kita
sadari dari kedua kubu ini masing-masing berkoalisi dari para pemilik media
massa, dimana kubu A selalu memberitakan tentang si A, dan kubu B selalu
memberitakan tentang si B, bahkan tidak jarang kedua “rudal” ini saling hantam
dengan daya ledak yang menimbulkan dampak negative ke sasran target.
Ironis, seharus nya media massa
harus bersikap lebih independen dan lebih memberikan suatu sajian informasi
yang lebih actual dengan fakta-fakta yang ada. Bukan untuk dijadikan juru
kampanye/timses dari para pemilik nya. Biarkan media massa bergerak bebas
mengawal jalan nya pesta demokrasi ini, tanpa ada bumbu-bumbu keberpihakanya ke
salah satu kubu atau untuk kepentingan-kepentingan pihak tertentu. Biarkan
media memberikan fakta yang sebenar-benarnya fakta tanpa harus bermanuver untuk
saling serang satu sama lain.
Dulu kawan sekarang lawan, dulu
lawan sekarang kawan, beginilah iklim politik, jangan heran dan jangan
terkejut. Dalam politik tidak ada yang namanya teman abadi atau pun musuh
abadi, yang ada hanya lah kepentingan pribadi. Bagaikan sepasang yang sedang
memadu kasih diawal, romantic dan sangat mesra ketika pergi kemana-mana selalu
bergandeng tangan dan berpelukan saling membela dan melindungi satu sama lain
dan buah cinta mereka kini berada dikota besar. Namun kini sepasang kekasih
seperti kutub magnet yang sama. Sama-sama menuju tempat tertentu, namun
sama-sama menolak untuk bersatu. Sepasang kekasih itu telah bercerai, tidak ada
lagi masa lalu, yang ada hanya masa kini dan masa berkuasa 5 tahun kedepan. Tidak
peduli dengan kenangan manis yang pernah ada, yang pernah mereka “janjikan”
pada selembar saksi bisu. Kini mereka sedang berada diproses persidangan,
menetukan siapa yang menang dan siapa yang akan kalah.
Itulah sedikit kisah tentang
pesta demokrasi ibu pertiwi, banyak cerita, banyak sandiwara, dan penuh degan
topeng kebajikan. Tinggal lah rakyat yang akan menentukannya, apakah pemimpin A
atau B. Namun ingat para calon pemimpin negeri, yang akan kalian bawa ini, yang
kalian perjuangkan ini adalah manusia, jadilah pemimpin yang sebenarnya
pemimpin, bukan untuk kepentingan pribadi atau pihak-pihak tertentu, kelak orasi
yang kalian jajakan saat ini, akan diminta kebenaranya oleh rakyat.
Kelak kita akan melihat
figure-figur pemimpin negeri ini yang sedang berlomba dalam satu kursi panas.
Salah satu ciri bangsa yang besar adalah bangsa yang berkarakter.
“jika kalian ingin menguji karakter seseorang, maka berilah mereka
kekuasaan” Abraham Lincoln (presiden Amerika serikat ke-16)
Komentar
Posting Komentar