Memaknai Arti dari Kecerdasan Intelektual

Sejarah dimulai ketika manusia pertama menginjakan kakinya dimuka bumi. Peradaban atau sejarah manusia menurut para ahli barat, mereka berevolusi yang katanya manusia itu berpostur atau awal nya seperti kera, lalu ber evolusi sehingga menjadi seperti manusia seutuhnya sampai saat ini. Namun saya pribadi tidak sependapat dengan teori ini, karena menurut pemahan yang saya yakini yaitu manusia pertama yang ada di bumi adalah Nabi Adam As.  Perkembangan manusia semakin cepat dan pesat, dan diperkirakan sampai saat ini jumlah atau populasi manusia mencapai kurang lebih 6 milyar jiwa. Namun dalam hal ini saya tidak membahas tentang pertumbuhan manusia, namun memaknai atau memahami arti kecerdasan intelektual yang dimiliki manusia sebagai sebuah anugerah dari yang maha kuasa.

Kebuasan dan keganasan hewan buas sekalipun tak mampu menandingi kecerdasan manusia, ketika manusia yang cerdas & intelek menggunakanya untuk kepentingan dan keegoisan masing-masing. Banyak yang mengatakan bahwa orang yang memiliki kecerdasan intelektual (IQ) tinggi pasti akan sukses dan memiliki masa depan cerah, Sedangkan bagi sebagian orang yang memiliki IQ biasa saja atau cenderung rendah maka akan susah hidupnya dimasa depan. Mungkin ini adalah fenomena sebagau mitos yang terjadi di tengah masyarakat. Dalam dunia pendidikan Mitos ini diperkuat oleh fakta bahwa biasanya siswa atau pribadi yang memiliki IQ tinggi akan berada pada titik prestasi akademis yang bagus. Dalam dunia kerja, mereka akan memperoleh pekerjaan yang menjanjikan selepas dari perguruan tinggi, terlebih jika banyak perusahaan yang bekerjasama dengan perguruan tinggi tertentu untuk merekrut para lulusan terbaiknya. Fenomena inilah yang kemudian memperkuat persepsi dan citra di kalangan masyarakat luas bahwa orang yang ber-IQ tinggi akan memiliki masa depan cemerlang dan kehidupan mapan tentunya.

Dalam sejarahnya di Paris, pada tahun 1905 Alfred Binet yang seorang psikolog menemukan metode/IQ atau Kecerdasan intelektual yang umum dikenal sebagai Test IQ ditengah masyarakat. Pada saat itu untuk pertama kalinya diujikan, orang yang mendapat angka di bawah 50 berarti dia bodoh, 90 -110 berarti kecerdasannya normal seperti yang dimiliki oleh 48% penduduk seluruh dunia, dan oang yang mempunyai IQ di atas 140 termasuk jenis manusia genius.

Pada tahun 1995, Daniel Goleman meruntuhkan mitos tersebut dengan ditemukannya teori Kecerdasan Emotional (EQ) melalui buku Emmotional Intellegence, Goleman telah berhasil mengubah paradigma masyarakat dunia yang selama ini mendewa-dewakan IQ. Berdasarkan survey dan riset yang telah dilakukannya terhadap orang-orang sukses di dunia (Emotion Quotion Inventory), didapatkan fakta bahwa IQ hanya menyumbang 20 % terhadap kesuksesan seseorang. Sementara 80 % disumbangkan oleh faktor-faktor kecerdasan yang lain.

Kecerdasan Emosional (EQ) adalah adalah kecerdasan seseorang untuk dapat memahami diri sendiri dan orang lain dengan baik, kemudian menggunakan pemahaman tersebut untuk membuat tindakan strategis. Orang yang cerdas secara emosi, akan mengetahui kondisi dirinya sendiri dengan baik. Dia paham potensi, minat, bakat, kekuatan dan kelemahan dirinya. Dia juga dapat mengendalikan emosi dirinya, luwes dan terbuka dalam menghadapi perubahan. Disamping dapat mengenal dan menguasai dirinya dengan baik, orang yang cerdas secara emosi juga dapat memahami orang lain dengan baik pula karena biasanya dia memiliki kecakapan sosial yang bagus. Orang yang ber-EQ bagus biasanya adalah seorang yang memiliki kepribadian menarik, ramah, sopan, santun, dan mampu merebut perhatian serta simpati orang-orang disekitarnya. Kepribadian seperti inilah yang menyebabkan dia dapat sukses dimanapun berada. Tetapi sangat disayangkan jika kecerdasan emosional tersebut dilakukan tanpa diiringi keikhlasan, hanya sebagai topeng untuk merebut ambisi pribadi. Jika kita melihat fenomena saat ini, salah satunya banyak penjahat berkerah putih ataupun koruptor yang terlihat sangat baik dan simpatik.

Disinilah fenomena yang sangat berbahaya dari perkembagan kecerdasan manusia yang tidak terkontrol. Mereka adalah orang-orang dengan kemampuan IQ, dan EQ yang sangat baik. Para penjahat ini menggunakan IQ mereka sebagai pengendali atau logika perhitungan yang secara matematis dan sistematis dalam merebut ambisi-ambisi mereka dengan dikemas kecerdasan EQ, sehingga banyak orang yang menyangka sebagai orang baik-baik,sopan, santun, dan simpatik ternyata adalah seorang penjahat kelas kakap. Mereka mempraktekan ilmu kecerdasan emosional untuk merebut simpati orang-orang disekitarnya, agar terus tersamar dengan citra-citra baik yang mereka bangun.

Di Indonesia tidak sedikit para pejabat dan para pemimpin hingga para penegak hukum sekalipun yang terjerat kasus korupsi. Negeri ini dijadikan sebuah kandang dengan banyak pintu keluar, dimana para pelaku selalu menggunakan kecerdasan IQ nya untuk membual dan membuat berbagai alibi dan fakta-fakta buatan yang berlabel “Made In Koruptor”. Label ini lah yang terus dijual kepada para generasi muda di negeri ini, karena selepas kepemimpinan presiden Soekarno, korupsi seperti kanker yang terus menjalar kesemua sudut tubuh bangsa ini. Dengan itu pula kita dapat menyaksikan langsung parody dari sebuah pertunjukan orang-orang yang cerdas yang di kemas dengan sifat manis, peduli, kepahlawanan, tegas dan lain-lain. “BOHONG” mereka jika seperti itu dalam kenyataan, mereka tidak lah lebih dari para perkumpulan pemain protagonis, yang selesai cerita, langsung dibui. Bagaimana cerdasnya mereka menggabungkan dua kecerdasan sekaligus, itulah yang dikatakan manusia lebih buas dan ganas dari Hewan sekalipun dan lebih hina dari Syaitan, sikut kanan, sikut kiri, fitnah sana sini dan masih banyak lagi cara-cara yang cerdas namun tak beradab untuk memenuhi ambisi para penjahat yang bermentalkan lebih rendah dari gembel dan pengemis sekalipun.  

Oleh karena itu, masih dibutuhkan satu kecerdasan lagi untuk membuat hidup ini lebih bermakna, yaitu kecerdasan spiritual (SQ). Kecerdasan spiritual adalah kemampuan potensial setiap manusia yang menjadikan ia dapat menyadari dan menentukan makna, nilai, moral, serta cinta terhadap kekuatan yang lebih besar dan sesama makhluk hidup, karena merasa sebagai bagian dari keseluruhan alam semesta.
Kecerdasan spiritual mewakili kerinduan akan makna dan hubungan dengan yang tak terbatas, sang pencipta alam semesta. Orang yang memiliki kecerdasan spiritual akan membuat hidupnya lebih bermakna, lebih berarti baik bagi dirinya sendiri maupun lingkungan sekitarnya. Dia akan menjadi bijak, melihat persoalan dari dua sisi, yaitu sisi dunia dan sisi akhirat. Dalam Islam hal, manusia yang cerdas adalah manusia yang ingat akan kematianya. Kecerdasan spiritual ini lah yang menyebabkan seseorang mempunyai kontrol yang baik, merasa dirinya selalu diawasi, meyakini bahwa setiap amal dan perbuatan akan dimintai pertanggungjawaban kelak di akhirat. Hal ini menyebabkan dia dalam mengerjakan segala sesuatu selalu ikhlash, tulus dan profesional. Kecerdasan spiritual menyebabkan seseorang tidak mudah putus asa menghadapi permasalahan kehidupan dan memiliki daya tahan serta daya juang yang tinggi. Inilah alasan mengapa sekaarng banyak perusahaan raksasa yang mengadakan pelatihan spiritual bagi para karyawannya.

Sebaik-baiknya manusia adalah dia yang bermanfaat bagi orang lain atau lingkungan sekitar karena biasanya sosok yang seperti ini telah dapat mensinergikan IQ, EQ, dan SQ dalam dirinya dengan baik. Sehingga bisa menjadi pribadi yang cerdas, sopan, ramah, simpatik, bijak, dan tidak mudah berputus asa dengan memiliki prinsip-prinsip dasar yang kuat.

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Membuat program hitung gaji dan lembur pada C++

Pirolisis Sederhana

Membuat Program Pilihan pada Pascal